Saat Anak Jadi Agresor: Mengurai Fenomena Pemukulan Anak terhadap Orang Tua dari Perspektif Psikolog

Psikologi Saat Anak Jadi Agresor: Mengurai Fenomena Pemukulan Anak terhadap Orang Tua dari Perspektif Psikolog

Fenomena yang Mengusik Nalar

Kasus pemukulan seorang ibu oleh anak kandungnya di Bekasi Timur beberapa waktu lalu bukan hanya mencederai nilai kemanusiaan, tetapi juga memaksa kita menengok lebih dalam luka yang tak kasat mata—di dalam rumah sendiri. Bukan hanya soal kriminalitas, tetapi krisis relasi, emosi, dan pola pikir yang saling bertubrukan dalam struktur keluarga.

Child-to-Parent Violence (CPV) atau kekerasan anak terhadap orang tua adalah fenomena yang makin banyak disorot di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bentuknya bisa verbal, emosional, hingga fisik seperti dalam kasus viral ini. Tragisnya, banyak korban adalah ibu kandung, dan pelaku berada di usia remaja akhir hingga dewasa muda. Ini bukan soal anak “nakal”, tapi tanda adanya gangguan dalam proses pembelajaran sosial dan emosional.

Teori Psikologi yang Menjelaskan Fenomena Ini

  1. Siklus Kekerasan (Cycle of Violence) Anak yang tumbuh dalam rumah tangga penuh konflik atau kekerasan berisiko tinggi mengulang pola itu. Kekerasan menjadi bahasa komunikasi yang dipelajari sejak dini. Mereka tidak belajar mengelola konflik secara sehat—mereka mengulangnya.

  2. Moral Disengagement (Bandura, 1996) Anak bisa meyakinkan dirinya bahwa kekerasan pada orang tua "masuk akal" karena merasa diperlakukan tidak adil atau tidak didengar. Ini adalah pembenaran kognitif yang melemahkan kontrol moral mereka.

  3. Hostile Attribution Bias Anak yang mengalami trauma atau pengabaian kerap menafsirkan tindakan orang lain, termasuk orang tua, sebagai ancaman. Bahkan penolakan kecil bisa direspons sebagai serangan, lalu dibalas dengan agresi.

  4. Family Stress Model (Conger & Elder) Stres ekonomi dan tekanan hidup orang tua bisa menyebabkan gaya asuh menjadi keras, inkonsisten, atau emosional. Hal ini memperbesar jarak emosional antara anak dan orang tua, membuka ruang konflik yang merusak.

Apa yang Bisa Menjadi Pemicu?

  • Permintaan yang ditolak dan dianggap sebagai penghinaan
  • Frustrasi karena ketidakmampuan mengontrol situasi
  • Pengalaman ditelantarkan secara emosional di masa lalu
  • Adiksi terhadap gadget, game, atau substansi
  • Minimnya komunikasi sehat dalam keluarga
  • Paparan kekerasan di luar rumah (lingkungan, media)

Tips Psikologis untuk Mencegah Kekerasan Anak terhadap Orang Tua Untuk Orang Tua:

  1. Bangun komunikasi dua arah sejak anak masih kecil. Dengarkan tanpa menghakimi.

  2. Tetapkan batas dan aturan yang jelas, tapi tetap fleksibel sesuai usia dan kondisi anak.

  3. Kenali tanda stres atau emosi berlebihan pada anak, jangan abaikan perubahan perilaku.

  4. Jangan ragu mencari bantuan profesional, terutama saat relasi mulai memburuk.

  5. Berdayakan anak secara emosional, ajarkan cara menghadapi kekecewaan dan frustrasi.

Untuk Anak dan Remaja:

  1. Kenali emosi diri sendiri, validasi perasaan tanpa harus meledak.

  2. Berlatih menyampaikan keinginan dan kekecewaan dengan kata-kata, bukan amarah.

  3. Refleksi diri secara rutin, apa motif dan dampak dari tindakan yang dilakukan?

  4. Cari figur pendamping lain jika relasi dengan orang tua sulit—guru, konselor, atau mentor.

Penutup: Mengembalikan Fungsi Keluarga sebagai Ruang Aman

Fenomena kekerasan anak terhadap orang tua bukan sekadar penyimpangan perilaku, tapi krisis relasi dan nilai yang harus disembuhkan bersama. Dalam psikologi, setiap agresi punya akar, dan setiap luka—baik fisik maupun emosional—punya peluang untuk dipulihkan. Tapi prosesnya harus dimulai dari kesadaran.

Maka, alih-alih hanya menghukum, mari mulai mendengarkan. Karena kadang yang dibutuhkan seorang anak bukan uang atau motor, tapi ruang aman untuk merasa dimengerti. Dan yang dibutuhkan orang tua bukan hanya hormat, tapi pelukan yang tak pernah ditahan oleh amarah.

Kenali Diri Anda Lebih Dalam, Temukan Potensi Terbaik Anda

Mari bergabung dengan komunitas kami untuk belajar, tumbuh, dan mencapai kesejahteraan mental yang lebih baik. Psikonesia hadir untuk menjadi mitra dalam perjalanan Anda menuju kebahagiaan, kedamaian batin, dan pemulihan.

Saya Ingin Bergabung