Mengapa Freud Gagal Menghipnosis, Tapi Erickson Selalu Berhasil?

Hipnosis Mengapa Freud Gagal Menghipnosis, Tapi Erickson Selalu Berhasil?

Pendahuluan

Dalam dunia psikologi modern, nama Sigmund Freud dan Milton H. Erickson tak pernah absen ketika bicara soal pikiran bawah sadar dan hipnosis. Keduanya hidup dalam era yang berbeda, namun sama-sama terobsesi pada misteri di balik kesadaran manusia. Namun menariknya, ketika bicara soal efektivitas hipnosis, Freud sering gagal, sementara Erickson justru dikenal sebagai "penyihir dari bawah sadar" yang nyaris selalu berhasil.

Apa yang membedakan keduanya? Jawabannya tidak hanya terletak pada teknik, tetapi pada cara mereka membangun hubungan (rapport) dengan orang yang mereka bantu.

Kegagalan Freud dalam Hipnosis: Pendekatan yang Terlalu Analitik

Pada akhir abad ke-19, Freud mulai menerapkan hipnosis yang dipelajarinya dari Jean-Martin Charcot dan Josef Breuer. Awalnya, ia berharap bahwa teknik ini dapat membawa pasien pada pengungkapan memori bawah sadar yang tertekan. Namun, Freud segera kecewa. Banyak pasien sulit memasuki kondisi trance, bahkan sebagian tidak merespons sama sekali.

Freud akhirnya meninggalkan hipnosis dan mengembangkan metode asosiasi bebas (free association), dengan alasan bahwa hipnosis tidak memberikan hasil yang konsisten.

Namun banyak peneliti modern meyakini bahwa masalahnya bukan pada hipnosis itu sendiri, melainkan pada cara Freud mendekati pasien. Freud dikenal sangat logis, analitis, dan menjaga jarak profesional yang ketat. Ia memosisikan dirinya sebagai “ahli” yang harus menginterpretasi simbol dan konflik dalam pikiran bawah sadar pasien.

Dalam dinamika ini, hubungan yang tercipta adalah relasi vertikal dan kaku. Tidak ada kehangatan, tidak ada rasa aman. Padahal, dalam hipnosis, kunci keberhasilan terletak pada rasa percaya dan keakraban emosional antara terapis dan klien—itulah yang disebut rapport.

Erickson dan Seni Membangun Rapport

Milton Erickson, seorang dokter dan psikoterapis yang aktif pada pertengahan abad ke-20, mengembangkan pendekatan yang sangat berbeda. Erickson menyadari bahwa pikiran bawah sadar tidak merespons logika kaku, melainkan cerita, metafora, dan nuansa emosi.

Berbeda dengan Freud yang cenderung dominan, Erickson menghindari pendekatan direktif. Ia mengikuti alur pengalaman klien, bukan memaksa masuk. Ia bicara dengan lembut, penuh humor, dan kerap menggunakan anekdot atau kisah imajinatif yang membawa klien menyelami dunia bawah sadar mereka sendiri.

Erickson menganggap bahwa pikiran bawah sadar seperti anak kecil—bukan karena tidak rasional, tetapi karena ia lebih peka terhadap kehangatan, simbol, dan bahasa yang tidak langsung. Ia menyebut bawah sadar sebagai “kreatif dan cerdas”, hanya saja memerlukan pendekatan yang tidak mengancam.

Salah satu kekuatan utama Erickson adalah kemampuannya membangun rapport—suatu hubungan emosional yang penuh empati, aman, dan saling percaya. Ia akan mencocokkan gaya bicara klien (pacing), memahami irama napas, bahkan meniru gestur secara halus agar terbentuk resonansi bawah sadar.

Hasilnya? Erickson dikenal dapat membuat siapa pun masuk dalam kondisi hipnosis, bahkan tanpa sadar bahwa mereka sedang “dihipnosis”.

Pikiran Bawah Sadar: Anak Kecil yang Cerdas

Bagi Erickson, membangun hubungan dengan pikiran bawah sadar seperti berinteraksi dengan anak kecil yang cerdas tapi mudah merasa takut. Ia menulis bahwa “you don’t push the unconscious, you invite it” — bukan dengan tekanan, tetapi dengan kepercayaan.

Pandangan ini konsisten dengan teori-teori modern tentang otak limbik dan sistem saraf sosial. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi hipnosis berkaitan erat dengan perasaan aman, aktivasi sistem parasimpatis, dan keterlibatan otak kanan — semua itu memerlukan hubungan yang hangat, bukan dominasi kognitif.

Dalam kondisi aman inilah, pikiran bawah sadar membuka dirinya. Sugesti menjadi efektif, perubahan terjadi secara mendalam, dan terapi menyentuh inti persoalan.

Implikasi Praktis: Hipnosis, Terapi, dan Komunikasi Sehari-hari Pelajaran dari Freud dan Erickson tidak hanya berlaku dalam dunia hipnoterapi, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi yang berhasil selalu dimulai dari hubungan emosional yang autentik.

Dalam konteks terapi, pendidikan, bahkan kepemimpinan, pendekatan yang “Ericksonian” lebih mampu membuka potensi manusia dibanding pendekatan “Freudian” yang terlalu analitik dan menilai.

Kita tidak bisa menyentuh inti pikiran seseorang dengan logika semata. Kadang, yang dibutuhkan hanyalah hadir, memahami, dan bicara dengan cara yang bisa dirasakan oleh sisi terdalam seseorang.

Penutup: Dari Freud ke Erickson, dari Analitik ke Empati

Freud membuka jalan besar dalam memahami alam bawah sadar, tetapi Erickson menunjukkan cara untuk berinteraksi dengannya secara langsung. Jika Freud mewakili struktur dan analisis, Erickson menghadirkan fleksibilitas dan kedalaman emosional.

Perbedaan keduanya mengajarkan bahwa teknik saja tidak cukup dalam hipnosis atau terapi. Tanpa rapport, semua metode hanya akan menjadi instruksi kosong. Tapi dengan rapport, bahkan kata yang sederhana bisa menjadi jembatan menuju penyembuhan.

Daftar Pustaka

  • Erickson, M. H., Rossi, E. L., & Rossi, S. (1976). Hypnotic Realities: The Induction of Clinical Hypnosis and Forms of Indirect Suggestion. Irvington.
  • Zeig, J. K. (1985). The Evolution of Psychotherapy: The First Conference. Brunner/Mazel.
  • Freud, S. (1955). The Standard Edition of the Complete Psychological Works of Sigmund Freud (Vol. 1–24). Hogarth Press.
  • Yapko, M. D. (2012). Trancework: An Introduction to the Practice of Clinical Hypnosis. Routledge.
  • Lankton, S. R., & Lankton, C. H. (1983). The Answer Within: A Clinical Framework of Ericksonian Hypnotherapy. Brunner/Mazel.
  • Goleman, D. (2006). Social Intelligence: The New Science of Human Relationships. Bantam.
  • Porges, S. W. (2011). The Polyvagal Theory: Neurophysiological Foundations of Emotions, Attachment, Communication, Self-regulation. Norton.

Kenali Diri Anda Lebih Dalam, Temukan Potensi Terbaik Anda

Mari bergabung dengan komunitas kami untuk belajar, tumbuh, dan mencapai kesejahteraan mental yang lebih baik. Psikonesia hadir untuk menjadi mitra dalam perjalanan Anda menuju kebahagiaan, kedamaian batin, dan pemulihan.

Saya Ingin Bergabung