Ketika Hidup Terasa Tak Lengkap Tanpa Orang Lain: Memahami Dependent Personality Disorder

Psikologi Ketika Hidup Terasa Tak Lengkap Tanpa Orang Lain: Memahami Dependent Personality Disorder

“Aku nggak tahu harus bagaimana kalau dia ninggalin aku. Bahkan untuk hal kecil seperti pilih baju aja, aku harus tanya dia dulu.”

Kalimat itu terdengar dari seorang wanita dewasa bernama Mira (bukan nama sebenarnya), usia 32 tahun, saat sesi konsultasi pertamanya. Ia datang bukan karena merasa “sakit,” melainkan karena merasa hancur saat hubungannya kandas lagi. Tapi yang menarik bukan sekadar sedih karena patah hati. Yang membuatnya lumpuh justru rasa tidak mampu hidup tanpa orang lain di sisinya.

Di balik wajahnya yang lembut dan tutur katanya yang penuh sopan santun, Mira menyimpan luka pengasuhan lama. Sejak kecil, ia dibesarkan oleh orang tua yang sangat protektif—apa pun yang ingin dilakukan Mira, harus izin dulu. Mau pakai baju ini-itu, selalu dikomentari. Mau bermain di luar, dilarang. Bahkan, saat ia mulai beranjak remaja dan mencoba menentukan jurusan kuliah, semua keputusan sudah diambilkan oleh ibunya.

“Kamu nggak akan kuat kalau salah jalan. Dengar kata Mama aja,” begitu kata-kata yang selalu ia dengar.

Pola seperti ini, jika terjadi terus-menerus dan tanpa ruang eksplorasi, lambat laun menumbuhkan keyakinan bawah sadar: “Aku nggak cukup baik mengambil keputusan. Aku butuh orang lain untuk merasa aman.” Keyakinan inilah yang tumbuh menjadi akar dari Dependent Personality Disorder (DPD) — sebuah gangguan kepribadian yang membuat seseorang sangat bergantung pada orang lain secara emosional maupun praktis.

Apa Itu Dependent Personality Disorder?

DPD adalah gangguan kepribadian yang ditandai oleh kebutuhan berlebihan untuk dirawat, ketakutan akan ditinggalkan, serta perilaku yang tunduk dan melekat secara emosional pada orang lain. Orang dengan DPD sering merasa tidak bisa hidup sendiri, takut membuat keputusan sendiri, dan merasa panik jika tidak memiliki sosok yang bisa diandalkan secara terus-menerus.

Menurut DSM-5, beberapa gejala DPD mencakup:

  • Sulit membuat keputusan sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
  • Takut kehilangan dukungan atau persetujuan jika berbeda pendapat.
  • Sulit melakukan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.
  • Segera mencari hubungan baru ketika hubungan lama berakhir.
  • Terlalu takut ditinggalkan dan merasa tak mampu mengurus diri.

Dari Mana Asalnya?

Sebagian besar literatur psikologi sepakat bahwa akar DPD terletak pada pola asuh masa kecil. Anak yang terlalu dilindungi, tidak diberi kesempatan mencoba dan gagal, atau bahkan dipaksa selalu bergantung pada orang tua, berisiko tinggi mengembangkan pola kepribadian dependen.

Dalam kasus Mira, kita bisa melihat bagaimana keputusan-keputusan hidupnya sejak kecil tidak pernah benar-benar menjadi miliknya. Ia belajar bahwa bertahan hidup berarti "mendengarkan," bukan "memutuskan." Maka tak heran ketika dewasa, ia kesulitan berdiri sendiri.

Mengapa Ini Penting Dipahami?

DPD bukan sekadar “terlalu cinta” atau “terlalu setia.” Ini adalah pola psikologis yang menyulitkan seseorang untuk tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Dalam banyak kasus, orang dengan DPD bisa bertahan dalam hubungan yang toxic, bahkan abusif, hanya karena takut ditinggalkan. Bukan karena tidak tahu itu salah, tapi karena lebih takut kehilangan daripada terluka.

Bisa Disembuhkan?

Tentu bisa. Terapi psikologis seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Hipnoterapis dan Clarification-Oriented Psychotherapy (COP) sangat membantu. Fokus utama terapi adalah membangun kemandirian emosional, mengenali keyakinan tidak sehat, dan memulihkan luka pengasuhan yang membuat seseorang tidak percaya pada dirinya sendiri.

Refleksi: Mungkinkah Kita Termasuk?

Kadang, kita semua pernah merasa ingin dimengerti, ditemani, atau ditolong. Itu manusiawi. Tapi jika ketergantungan itu sudah membuat kita kehilangan diri sendiri, takut sendirian, dan tidak bisa mengambil keputusan tanpa orang lain—maka saatnya kita bertanya lebih dalam.

Apakah saya masih menjadi “tuan” bagi hidup saya sendiri?

Ingin Tahu Apakah Anda Memiliki Ciri-Ciri DPD?

Coba isi kuesioner berikut ini:

https://www.psikonesia.com/assessments/skala-gangguan-kepribadian-dependen-dependent-personality-disorder-test

Karena pada akhirnya, relasi yang sehat dimulai dari pribadi yang utuh. Dan keutuhan itu bukan tentang tidak pernah membutuhkan orang lain—tapi tentang tahu kapan harus berdiri sendiri.

Jika Anda merasa tulisan ini bermanfaat, silakan bagikan kepada orang-orang terdekat. Bisa jadi, di balik senyum mereka, tersimpan cerita seperti Mira—yang menunggu ditemukan dan dipulihkan.

Kenali Diri Anda Lebih Dalam, Temukan Potensi Terbaik Anda

Mari bergabung dengan komunitas kami untuk belajar, tumbuh, dan mencapai kesejahteraan mental yang lebih baik. Psikonesia hadir untuk menjadi mitra dalam perjalanan Anda menuju kebahagiaan, kedamaian batin, dan pemulihan.

Saya Ingin Bergabung