Keberanian untuk Tidak Disukai: Menjadi Diri Sendiri dalam Dunia yang Penuh Ekspektasi
Catatan
“Hidup bukanlah perlombaan yang harus dimenangkan, melainkan perjalanan untuk menjadi diri sendiri.”
Sebuah Percakapan dalam Pikiran
Seorang pemuda datang kepada filsuf tua, dengan wajah yang lelah dan hati yang letih. Ia gelisah. Dunia, katanya, tak adil. Hidupnya penuh luka karena penolakan, kecemasan, dan bayang-bayang masa lalu. Ia ingin berubah, tapi takut. Takut kehilangan persetujuan orang lain. Takut sendirian.
Filsuf itu tersenyum. Lalu menjawab pelan, seperti suara hati yang tenang, “Kalau kamu ingin bebas, kamu harus berani untuk tidak disukai.”
Kalimat itu bukan sekadar nasihat. Itu sebuah pukulan halus yang bisa mengguncang siapa pun yang selama ini hidup dengan cara ‘menyenangkan semua orang’—bahkan dengan mengorbankan dirinya sendiri.
Kita Tidak Marah Karena Masa Lalu
Dalam psikologi populer, kita sering mendengar bahwa luka masa lalu adalah sumber dari segala ketidakbahagiaan hari ini. Namun, The Courage to Be Disliked menawarkan pandangan sebaliknya: kita bukan korban masa lalu. Kita membuat keputusan—baik sadar atau tidak—untuk tetap terluka.
Buku ini berangkat dari pemikiran psikolog Austria, Alfred Adler, yang menolak determinisme masa lalu. Menurut Adler, trauma bukanlah penyebab, tapi pembenaran. Bukan masa lalu yang mengendalikan kita, tetapi tujuan yang kita tetapkan.
“Orang marah bukan karena masa lalunya kelam. Ia marah karena ia ingin mengendalikan orang lain.”
Reflektif, bukan? Betapa sering kita mengulang cerita luka hanya untuk mendapat simpati. Atau menggunakan masa lalu sebagai alasan untuk tak bertanggung jawab atas kehidupan sekarang.
Kebahagiaan Itu Pilihan, Bukan Hadiah
Seringkali kita menunggu orang lain berubah agar kita bisa bahagia. Tapi dalam pendekatan Adlerian, kebahagiaan adalah keberanian untuk hidup sesuai tujuan, bukan pengakuan.
Kita bisa memilih untuk bahagia tanpa harus menjadi sempurna. Tanpa harus dipuji. Bahkan, tanpa harus disukai.
“Tugas saya adalah hidup. Tugas Anda adalah menilai saya. Jika saya terus mengurus bagaimana Anda menilai saya, maka saya telah meninggalkan hidup saya.”
Dalam terapi psikologis, kita menyebut ini sebagai pemisahan tugas—konsep mendalam yang mengajarkan batas mana yang menjadi urusan kita, dan mana yang bukan. Jika anak malas belajar, itu tugas dia. Jika orang tua kecewa karena kita memilih profesi berbeda, itu tugas mereka.
Membebaskan, bukan?
Menjadi Diri Sendiri: Sebuah Keberanian yang Hening
Dunia saat ini menuntut kita untuk selalu tampil baik, disukai, dan mendapat banyak likes. Namun buku ini mengingatkan kita: hidup bukan tentang tampil menyenangkan, tapi tentang menjadi otentik.
Ada saatnya kita harus memilih untuk tidak mengikuti keramaian. Ada waktunya kita tidak menjelaskan segalanya. Dan itu bukan egois—itu sehat.
“Kalau kamu tidak bisa membenci saya, kamu juga tidak akan bisa mencintai saya dengan tulus.”
Itu adalah kutipan yang mengajak kita berpikir ulang: apa arti hubungan sejati jika semuanya dibangun atas dasar takut tidak disukai?
Refleksi: Apakah Saya Sudah Berani Hidup?
Sebelum menutup buku, saya berhenti sejenak. Menatap ke dalam, bukan ke luar. Lalu saya menulis di jurnal pribadi:
- Apakah saya terlalu sibuk membuat orang lain senang?
- Apakah saya berani mengatakan tidak?
- Apakah saya hidup sesuai dengan tujuan saya sendiri?
Buku ini tidak memberi solusi instan. Ia menyentil dengan lembut, namun tajam. Ia tak memberi “cara cepat”, melainkan jalan pulang ke dalam diri.
Tips Praktis: Menjalani Hidup Tanpa Takut Tidak Disukai
- Pisahkan Tugas: Apa Tugasmu, Apa Bukan
- Jangan ambil tanggung jawab atas perasaan atau reaksi orang lain terhadap hidupmu.
- Ucapkan “Tidak” dengan Tenang
- Berani menolak bukan berarti jahat.
- Tahan Diri untuk Tidak Menjelaskan Terlalu Banyak
- Orang yang berani hidup sesuai nilainya tidak perlu selalu membenarkan pilihannya.
- Tetap Ramah, Tapi Jangan Jadi 'People Pleaser'
- Menjadi baik hati tidak berarti harus menyenangkan semua orang.
- Berlatih Hidup dengan Tujuan, Bukan Validasi
- Setiap pagi, tanyakan: “Saya ingin menjadi orang seperti apa hari ini?” bukan “Apa yang orang lain harapkan dari saya?”
Afirmasi Diri: Menjadi Diri Sendiri Itu Cukup
Hari Ini, Saya Memilih Untuk…
- Hidup sesuai nilai yang saya yakini.
- Tidak menukar jati diri saya demi pujian sesaat.
- Menjadi pribadi yang tenang meski tidak semua orang menyukai saya.
Saya Percaya Bahwa…
- Nilai diri saya tidak tergantung pada penilaian orang lain.
- Saya tidak harus sempurna untuk diterima.
- Menjadi diri sendiri adalah hadiah terbaik yang bisa saya berikan pada dunia.
Saya Berani…
- Mengatakan tidak tanpa merasa bersalah.
- Memaafkan masa lalu dan melangkah dengan ringan.
- Mencintai diri sendiri dengan kelembutan, bukan penilaian.
Penutup: Menjadi Nyaman dalam Ketidaksempurnaan
Manusia adalah makhluk yang terus tumbuh melalui konflik batinnya. Maka keberanian untuk tidak disukai bukan berarti hidup semaunya, tapi keberanian untuk berdiri tegak dalam nilai yang diyakini, meski harus sendirian.
Dan mungkin, di situlah kebebasan sejati itu lahir. Bukan dari pujian orang lain, tapi dari damainya hati yang tak lagi bersembunyi.
“Kita semua ingin dicintai, tapi hanya yang berani hidup sebagai dirinya sendirilah yang benar-benar merasakannya.”